MAKALAH KOPERASI


BAB II

TELAAH PUSTAKA

 

 

Landasan Teori

Laporan Keuangan

a.       Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan koperasi terdiri dari neraca, perhitungan hasil usaha, laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota, dan catatan atas laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. (IAI, 2004: 2)

Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pemakai. Beberapa di antara pemakai ini memerlukan dan berhak untuk memperoleh informasi tambahan di samping yang tercakup dalam laporan keuangan. Banyak pemakai sangat tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dan karena itu, maka laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan mempertimbangkan kebutuhan pemakainya.

Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pemakai. Beberapa di antara pemakai ini memerlukan dan berhak untuk memperoleh informasi tambahan di samping yang tercakup dalam laporan keuangan. Banyak pemakai sangat tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dan karena itu, maka laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan mempertimbangkan kebutuhan pemakainya.

b.      Pemakai Laporan Keuangan

Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok da kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Para pemakai menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan ini, meliputi (IAI, 2004: 2):

1)      Investor. Penanam modal berisiko dan penasihat investor berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang dilakukan. Investor membutuhkan informasi keuangan untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

2)      Karyawan. Karyawan dan kelompok yang mewakilinya tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Karyawan juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.

3)      Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan pemberi pinjaman untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

4)      Pemasok dan kreditor lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.

5)      Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan atau tergantung pada perusahaan.

6)      Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Pemerintah membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan perpajakan dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.

7)      Masyarakat. Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

c.    Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan secara umum juga merupakan tujuan laporan keuangan debitur (perusahaan yang mengajukan kredit kepada pihak bank). Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas peruahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. (IAI, 2004: 1.2)

Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka laporan keuangan yang disusun dapat digunakan untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (strewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Kemampuan ini akhirnya menentukan, misalnya kemampuan pembayaran kepada karyawan dan para pemasok, kemampuan pembayaran bunga, pembayaran kembali pinjaman dan pembagian penghasilan kepada para pemilik.

Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas, serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Informasi sumber daya ekonomi yang dikendalikan dan kemampuan perusahaan dalam memodifikasi sumber daya ini di masa lalu berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara dengan kas) di masa depan. Informasi struktur keuangan berguna untuk memprediksi kebutuhan pinjaman di masa depan dan bagaimana penghasilan bersih (laba) dan arus kas di masa depan akan didistribuskan kepada mereka yang memiliki hak di dalam perusahaan.

d.      Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan : (IAI, 2004: 7)

1)      Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya  untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai  diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas  ekonomi  dan  bisnis,  akuntansi,  serta  kemauan  untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

2)      Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu.

Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory) berkait satu sama lain. Misalnya, informasi struktur dan besarnya aktiva yang dimiliki bermanfaat bagi pemakai ketika berusaha meramalkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi yang merugikan. Informasi prediksi yang lalu, misalnya, tentang bagaimana struktur keuangan perusahaan diharapkan tersusun atau tentang hasil dari operasi yang direncanakan.

3)      Materialitas

Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus, hakikat infomasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan suatu segmen baru dapat mempengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi perusahaan tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporannya.

Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencatumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.

4)      Keandalan

Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faitfull representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

5)      Penyajian jujur

Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat dapat diharapkan untuk disajikan. Jadi misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aktiva, kewajiban dan ekuitas perusahaan pada tanggal pelaporan yang memenuhi kriteria pengakuan.

6)      Substansi mengungguli bentuk

Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum. Misalnya, suatu perusahaan mungkin menjual suatu aktiva kepada pihak laing dengan cara sedemikian rupa sehingga dokumentasi dimaksudkan untuk memindahkan kepemilikan menurut hukum ke pihak tersebut, namun demikian, mungkin terdapat persetujuan yang memastikan bahwa perusahaan dapat terus menikmati manfaat ekonomi masa depan yang diwujudkan dalam bentuk aktiva. Dalam keadaan seperti itu, pelaporan penjualan tidak menyajikan dengan jujur transaksi yang dicatat (jika sesungguhnya memang ada transaksi).

7)      Netralitas

Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihal lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan.

8)      Pertimbangan sehat

Penyusun laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, perkiraan masa manfaat pabrik serta peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah.

9)      Kelengkapan

Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesenjangan untuk tidak mengungkapkan mengakibatkan informasi menjadi tidak menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna dari segi relevansi.

10)  Dapat dibandingkan

Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.

Koperasi

Pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 telah disebutkan bahwa salah satu tonggak perekonomian negara Republik Indonesia didasarkan pada usaha bersama dan atas asas kekeluargaan. Oleh karena itu pemerintah mendirikan koperasi sebagai salah satu alat untuk mencapai kesejahteraan. Koperasi juga merupakan salah satu alat untuk mencapai kemampuan yang lebih besar bagi anggotanya agar dapat ikut serta berperan dalam tata ekonomi Indonesia yang menitikberatkan pada aspek kualitasnya agar berkembang atas dasar kekuatan sendiri tanpa melepas peran serta swasta dan negara.

Koperasi sudah bukan merupakan istilah yang asing lagi di kalangan masyarakat luas, bahkan bukan hanya yang berada di kota saja melainkan istilah koperasi itu telah dikenal sampai pelosok-pelosok tanah air Indonesia. Definisi koperasi menurut Sri Woelan Aziz adalah sebagai berikut : “Koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”. (Sri Woelan Aziz, 2001 : 159)

Pengertian koperasi menurut Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 adalah sebagai berikut : “Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinisp koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.

Pengertian koperasi menurut PSAK adalah sebagai berikut:

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan (IAI, 2004: 27.4).

Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka koperasi merupakan suatu badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggotanya pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya, dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional.

Prinsip-prinsip koperasi merupakan landasan pokok koperasi dalam menjalankan usahanya sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat. Prinsip-prinsip tersebut terdiri dari: kemandirian, keanggotaan bersifat terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar-koperasi.

Tujuan koperasi tersebut masih bersifat umum. Karena itu, setiap koperasi perlu menjabarkannya ke dalam bentuk tujuan yang lebih operasional bagi koperasi sebagai badan usaha. Tujuan yang jelas dan dapat dioperasikan akan memudahkan pihak manajemen dalam mengelola koperasi. Pada kasus anggota juga bertindak sebagai pemilik, pelanggan dan pemodal akan dapat lebih mudah melakukan pengawasan terhadap proses pencapaian tujuan koperasi, sehingga penyimpangan dari tujuan tersebut akan dapat lebih cepat diketahui.

Dalam tujuan tesebut dikatakan bahwa, koperasi memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa meningkatkan kesejahteraan anggota adalah menjadi program utama koperasi melalui pelayanan usaha. Jadi, pelayanan anggota merupakan prioritas utama dibandingkan dengan masyarakat umum.

Kredit

Kredit adalah pinjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. (IAI, 2004: 31.4)

Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, atau pembagian hasil keuntungan.

Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.

Ketika kreditur memberikan pinjaman uang kepada nasabah, kreditur tentu saja mengharapkan uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil resiko (uangnya tidak kembali, sebagai contoh), dalam memberikan kredit, maka koperasi harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal), Colateral (jaminan), dan Condition of Economy (keadaan perekonomian), atau sering disebut sebagai 5C (panca C).

 

a.       Karakter

Watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier dan customer dari debitur. Selain itu dapat pula diperoleh dari Informasi Bank Sentral, namun tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya dapat di akses oleh pegawai Bank bidang perkreditan dengan menggunakan password dan komputer yang terhubung secara on-line dengan Bank sentral.

b.      Kapasitas

Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk mengembalikan pinjaman. Untuk mengurukurnya, kreditur dapat meneliti kemampuan debitur dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran dan lain-lain.

c.       Modal

Dengan melihat banyaknya modal yang dimiliki debitur atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya.

 

d.      Jaminan

Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman.

e.       Kondisi ekonomi

Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain sebagainya.

Kredit dapat digolongkan ke dalam enam bentuk, yaitu : (Indra Bastian dan Suhardjono, 2006: 249)

a.    Penggolongan kredit berdasarkan jangka waktu (maturity), antara lain:

1)        Kredit jangka pendek (short-term loan)

2)        Kredit jangka menengah (medium-term loan)

3)        Kredit jangka panjang (long-term loan)

b.      Penggolongan kredit berdasarkan barang jaminan (colleteral), antara lain:

1)      Kredit dengan jaminan (secured loan)

2)      Kredit tanpa jaminan (unsecured loan)

c.       Penggolongan kredit berdasarkan segmen usaha, seperti otomotif, pharmasi, tekstil, makanan, konstruksi dan sebagainya.

d.      Pengolongan kredit berdasarkan tujuannya, antara lain:

1)        Kredit komersial (commercial loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan.

2)        Kredit konsumtif (consumer loan), yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.

3)        Kredit produktif (productive loan), yaitu kredit yang diberikan dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitor sehingga dapat memperlancar produksi.

e.       Penggolongan kredit menurut penggunaannya, antara lain:

1)      Kredit modal kerja (working capital loan), yaitu kredit yang diberika oleh bank untuk menambah modal kerja debitor.

2)      Kredit investasi (invesment credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi dengan membeli barang-barang modal.

3)      Kedit nonkas (noncash loan), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang hanya boleh ditarik apabila suatu transaksi yang telah diperjanjikan telah direalisasikan atau efektif.

Dalam pendanaan kepada nasabah dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penilaian kredit, oleh karena layak tidaknya kredit yang diberikan akan sangat mempengaruhi stabilitas keuangan bank. Penilaian kredit harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (Indra Bastian dan Suhardjono, 2006: 249)

a.       Keamanan kredit (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat dilunasi kembali.

b.      Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability). Kredit akan digunakan untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau setidaknya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

c.       Menguntungkan (profitable). Kredit yang diberikan menguntungkan bagi bank maupun bagi nasabah.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko penilaian kredit, antara lain character, capacity, capital, conditional dan colletaral atau yang lebih dikenal dengan “5C”.  Aspek-aspek lainnya yang perlu diperhatikan dalam penilaian kredit, yang menyangkut kegaitan usaha calon debitor, antara lain : (Indra Bastian dan Suhardjono, 2006: 250)

a.       Aspek pemasaran

Aspek pemasaran menyangkut kemampuan daya beli masyarakat, keadaan kompetisi, pangsa pasar, kualitas produksi dan lain sebagainya.

b.      Aspek teknis

Aspek teknis meliputi kelancaran produksi, kapasitas produksi, mesin dan peralatan, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku.

c.       Aspek manajemen

Aspek manajemen meliputi struktur dan susunan organisasi, termasuk pengalaman anggota dan pola kepemimpina manajemen.

d.      Aspek yuridis

Aspek yuridis meliputi status hukum badan usaha, kelengkapan izin usaha dan legalitas barang jaminan.

e.       Aspek sosial ekonomi

Aspek sosial ekonomi meliputi keadaan keuangan perusahaan debitor yang dibiayai.

Berdasarkan pada cara penarikannya, kredit yang diberikan dibedakan menjadi : (Indra Bastian dan Suhardjono, 2006: 250)

a.       Pinjaman Rekening Koran (R/K)

Pinjaman rekening koran adalah pinjaman yang diberikan bank kepada nasabahnya dengan batas plafond yang sudah ditetapkan. Nasabah menarik pinjaman sesuai dengan kebutuhannya. Bunga yang dibayar hanya untuk jumlah pinjaman yang benar-benar tela ditariknya. Misalnya kredit untuk modal kerja (KMK), kredit investasi (KI), dan kredit komersial lainnya.

b.      Pinjaman Persekot

Pinjaman persekot ialah pinjaman yang penarikannya dilakukan sekaligus pada saat realisasi. Sedangkan pelunasannya dilakukan dengan angsuran secara bulanan atau musiman yang besarnya telah ditetapkan menurut suatu cara perhitungan tertentu. Pinjaman persekot dibagi menjadi:

c.       Pinjaman persekot anuitas

Pinjaman persekot yang bunganya dihitung benar-benar secara annuity, sehingga bunga efektifnya sesuai dengan tingkat bunga yang ditentukan. Bunga yang dibayar makin lama semakin kecil sesuai dengan baki debit pinjaman yang sesungguhnya. Biasanya diberikan secara interval khusus untuk karyawan bank.

d.      Pinjaman persekot non anuitas

Pinjaman persekot yang bunganya dihitung tidak secara annuity tetapi dengan cara perhitunga lainnya, seperti flat rate. Bunga efektif yang dibayarkan oleh nasabah akan menjadi lebih besar dari tingkat bunga yang ditentukan.

Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja (working capital credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah modal kerja debitur (Indra Bastian dan Suhardjono, 2006: 251). Pengertian kredit modal kerja yang lain adalah : kredit yang digunakan untuk membiatai kebutuhan modal kerja nasabah (Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, 2006: 117).

Untuk kredit modal kerja bank menyediakan fasilitas kredit modal kerja bagi usaha skala kecil (plafon kredit sampai dengan Rp 500.000.000,00) dan usaha skala menengah (plafon kredit di atas Rp 500.000.000,00 hingga Rp 5 miliar). Kredit ini diberikan untuk pembiayaan modal kerja perusahaan baik perusahaan perorangan maupun yang berbadan hukum. Kredit modal kerja memiliki jangka waktu pengembalian maksimal satu tahun (bisa diperpanjang sesuai denga kebutuhan) yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai stok barang, piutang dagang, pembelian bahan baku atau kebutuhan modal kerja perusahaan lainnya dan disesuaikan dengan jangka waktu perputaran modal kerja nasabah.

Sebagai contoh dari kredit modal kerja, apabila nasabah bergerak dalam bidang perdagangan sembako, kredit modal kerja dapat digunakan untuk pembelian sembako, honor supir truk yang mengangkut sembako, pembelian solar untuk menjalankan truk, tagihan listrik di kantor, dan lain-lain (Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, 2006: 117).

Keuntungan dan kelebihan dari kredit modal kerja adalah : Jumlah pinjaman sesuai skala usaha, bunga bersaing dan proses kredit cepat dan mudah (Indra Bastian dan Suhardjono, 2006: 251)

Kredit modal kerja apabila ditinjau dari jangka waktunya dapat dibagi menjadi dua macam jenis kredit, yaitu : (Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, 2006: 117)

a.       Kredit Modal Kerja – Revolving

Kredit ini diberikan apabila kegiatan usaha debitor dapat diharapkan berlangsung secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan pihak bank cukup mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah, maka fasilitas kredit modal kerja dapat diperpanjang setiap periodenya tanpa harus mengajukan permohonan kredit baru. Kredit modal kerja semacam ini disebut sebagai kredit modal kerja – revolving. Bank hanya perlu secara berkala meninjau kinerja nasabah berdasarkan laporan kegiatan usaha yang wajib diserahkan nasabah secara rutin. Apabila pihak bank mulai meragukan kinerja nasabah, maka bank dapat saja meninjau kembali pemberian fasilitas kredit modal kerja – revolving kepada nasabah.

 

b.      Kredit Modal Kerja – Einmaleg

Kredit ini diberikan apabila volume kegiatan usaha debitur sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan atau pihak bank kurang mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah, maka pihak bank merasa lebih aman kalau memberikan kredit modal kerja – einmaleg. Fasilitas kredit modal kerja ini hanya diberikan sebatas satu kali perputaran usaha nasabah, dan apabila pada periode selanjutnya nasabah menghendaki kredit modal kerja lagi, maka nasabah harus mengajukan permohonan kredit baru. Kredit modal kerja ini juga dapat diberikan kepada debitor yang kegiatan usahanya sangat tergantung pada proyek yang diperoleh.

 

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Cahyani Wahyu K. (2006) dengan judul penelitian Peranan Laporan Keuangan Debitur Terhadap Keputusan Pemberian Kredit Modal Kerja (Survey Pada BPR BKK Se-Kabupaten Sragen). Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa laporan keuangan mempunyai peranan yang cukup signifikan terhadap pengambilan keputusan pemberian kredit modal kerja di BPR BKK se-Kabupaten Sragen.

 

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah seluruh kegiatan penelitian, sejak dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan penyelesaiannya dalam satu kesatuan yang utuh. Kerangka pemikiran diwujudkan dalam bentuk skema sederhana yang menggambarkan isi penelitian secara keseluruhan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

 
   

 

 

 

 

 

 

GAMBAR 1

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

 

Keterangan:

1.      Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel yang lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aspek laporan keuangan dan kemampuan debitur (X).

2.      Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel yang lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemberian kredit modal kerja (Y).

Laporan keuangan yang dibuat oleh debitur berisikan tentang informasi keuangan suatu perusahaan. Laporan keuangan tersebut berisikan neraca, laporan laba rugi, dan perubahan modal. Bagi pihak bank laporan keuangan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha perusahaan yang mengajukan kredit modal kerja. Analisis rasio keuangan suatu perusahaan calon debitur dilakukan oleh bank atas keputusan pemberian kredit modal kerja. Apabila informasi yang terkandung dalam laporan keuangan yang dibuat debitur tersebut dianggap tidak dapat memberikan keyakinan jaminan pengembalian kredit, maka pihak bank akan menolak permohonan kredit yang diajukan oleh debitur. Sebaliknya, apabila informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut cukup memberikan keyakinan atas kemampuan keuangan perusahaan, maka pihak bank akan mengabulkan permohonan kredit yang diajukan debitur.

Faktor yang lain adalah kemampuan debitur, di mana kemampuan debitur ini dapat dilihat dari sisi karakter dari debitur itu sendiri, sisi jaminan debitur, usaha debitur di mana hal ini juga perlu untuk diperhatikan oleh pihak koperasi. Keputusan pemberian kredit modal kerja kepada debitur oleh bank didasarkan pada kemampuan keuangan perusahaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi adanya kredit macet.

 

 

Hipotesis

 Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2003: 82). Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah “

  1. Terdapat pengaruh yang signifikan aspek laporan keuangan debitur yang disyaratkan oleh bank terhadap keputusan pemberian kredit modal kerja pada koperasi se Kabupaten Grobogan.
  2. Terdapat pengaruh kemampuan debitur terhadap keputusan pemberian kredit modal kerja pada koperasi se Kabupaten Grobogan.
  3. Terdapat pengaruh yang signifikan aspek laporan keuangan debitur yang disyaratkan oleh bank dan kemampuan debitur secara bersama-sama terhadap keputusan pemberian kredit modal kerja pada koperasi se Kabupaten Grobogan.
  4. Aspek laporan keuangan mempunyai pengaruh lebih dominan terhadap keputusan pemberian kredit modal kerja pada koperasi se Kabupaten Grobogan.

 

 

Tinggalkan komentar